KONSEP
KOMPRES
2.1.1 Pengertian kompres
Kompres adalah bantalan dari linen
atau meteri lainnya yang dilipat-lipat, dikenakan dengan tekanan;
kadang-kadang mengandung obat dan dapat
bersih ataupun kering, panas ataupun dingin (Kamus Dorland, 1996)
2.1.2 Tujuan kompres adalah :
1. Membantu menurunkan suhu
tubuh
2. Mengurangi rasa sakit
atau nyeri
3. Membantu mengurangi
perdarahan
4. Membatasi peradangan
2.1.3 Indikasi kompres dilakukan
pada :
1. Klien yang suhunya tinggi
2. Klien dengan perdarahan
hebat
3. Klien yang kesakitan
(missal infiltrat appendikuler, sakit kepala yang hebat)
2.1.4 Mekanisme kompres terhadap
tubuh (Barbara R Hegner,
2003)
Kompres panas dan dingin
mempengaruhi tubuh dengan cara yang berbeda.
1. Kompres dingin mempengaruhi
tubuh dengan cara :
- Menyebabkan pengecilan pembuluh darah (Vasokonstriksi).
- Mengurangi oedema dengan mengurangi aliran
darah ke area.
- Mematirasakan sensasi nyeri.
- Memperlambat proses kehidupan.
- Memperlambat proses inflamasi.
- Mengurangi rasa gatal.
2. Panas (diatermi)
- Memperlebar pembuluh darah (Vasodilatasi).
- Memberi
tambahan nutrisi dan oksigen untuk sel dan membuang sampah-sampah tubuh.
- Meningkatkan suplai darah ke area-area
tubuh.
- Mempercepat penyembuhan.
- Dapat menyejukkan
Pemberian
kompres panas/hangat pada daerah tubuh akan memberikan sinyal ke hypothalamus
melalui sumsum tulang belakang. Ketika reseptor yang peka terhadap panas
dihypotalamus dirangsang, system effektor mengeluarkan sinyal yang memulai
berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur
oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh
hypotalamik bagian anterior sehigga terjadi vasodilatasi (Wolf, 1984).
Terjadinya vasodilatasi ini menyebabkan pembuangan/kehilangan energi/panas
melalui kulit meningkat.
2.1.5 Derajat suhu air untuk
kompres (Wolf, 1984)
- Dingin sekali : dibawah 13ºC (55ºF)
- Dingin : 10 – 18ºC (50 – 65ºF)
- Sejuk : 18 – 26ºC (65 – 80ºF)
- Hangat kuku :
26 – 34ºC (80 – 93ºF)
- Hangat :
34 – 37ºC (93 – 98ºF)
- Panas :
37 – 41ºC (98 – 105ºF)
- Sangat panas :
41 – 46ºC (105 – 115ºF)
2.1.6 Prosedur Pemberian Kompres
(botol air hangat)
1. Menyiapkan perlengkapan
- Botol air hangat (usahakan yang
dispossibel)
- Kendi air 102º F ( 40º C)
- Handuk penutup botol air
2. Mencuci tangan
3. Air dalam kendi harus 102º
F (40ºC) cek suhu dengan thermometer.
4. Isi air hangat setengah
botol penuh
5. Mengeluarkan udara dari
botol
6. Tutup botol dengan rapat
7. Keringkan botol air hangat.
Cek adanya kebocoran
8. Tempatkan botol air hangat
dalam handuk pembungkus
9. Pasang dengan hati-hati
pada daerah tubuh yang tepat
10. Jangan pernah tempatkan
botol air hangat pada daerah nyeri
11.Cek
kulit dalam 10-15 menit untuk memastikan suhu benar dan tidak ada tanda-tanda terbakar (Barbara.
H, 2003).
Pemberian
kompres pada daerah leher, ketiak dan lipat paha mempunyai pengaruh yang baik
dalam menurunkan suhu tubuh karena ditempat-tempat itulah terdapat pembuluh darah
besar yang akan membantu mengalirkan darah. Sedangkan kompres pada daerah dahi
kurang mempunyai pengaruh yang besar dalam menurunkan suhhu tubuh karena tidak
memiliki pembuluh darah besar (Widyanti, 2004).
2.2
Suhu tubuh (Body temperatur)
2.2.1 Pengertian Suhu
Adalah Keseimbangan antara produksi panas oleh tubuh
dan pelepasan panas dari tubuh (Kozier,1969).
2.2.2 Ada
2 jenis suhu tubuh :
1. Core temperatur (Suhu inti )
Suhu pada jaringan dalam dari tubuh, seperti kranium,
thorax, rongga abdomen dan rongga pelvis.
2. Surface temperatur
Suhu pada kulit, jaringan sub cutan, dan lemak. suhu
ini berbeda, naik turunnya tergantung respon terhadap lingkungan.
2.2.3 Suhu
tubuh normal (W.F.Ganong, 1998)
Pada manusia,
nilai normal tradisional untuk suhu tubuh oral adalah 37ºC (98,6), tetapi pada
sebuah penelitian kasar terhadap orang-orang muda normal, suhu oral pagi hari
rerata adalah 36,7º C dengan simpang baku 0,2º C. Dengan demikian, 95% orang
dewasa muda diperkirakan memiliki suhu oral pagi hari sebesar 36,3 – 37,1ºC.
Berbagai bagian tubuh memiliki suhu yang berlainan, dan besar perbedaan suhu
antara bagian-bagian tubuh dengan suhu lingkungan bervariasi. Ekstremitas
umumnya lebih dingin daripada bagian tubuh lainnya. Suhu rectum dipertahankan
secara ketat pada 32ºC. suhu rectum dapat mencerminkan suhu pusat tubuh (Core temperature) dan paling sedikit di
pengaruhi oleh perubahan suhu lingkungan. Suhu oral pada keadaan normal 0,5º C
lebih rendah daripada suhu rectum.
Oral
|
Axial
|
Rectal
|
|
Suhu rata-rata
|
37ºC
|
36,4ºC
|
37,6ºC
|
Rentang
|
36,5-37,5ºC
|
36-37ºC
|
37-38,1ºC
|
Tabel 2.1 Variasi suhu tubuh pada orang
yang sama
2.2.4 Teori
proses penurunan suhu tubuh
Panas hilang dari tubuh melalui radiasi, konduksi, konveksi dan
evaporasi.
1. Radiasi
Adalah perpindahan panas dari permukaan satu objek
kepermukaan objek lain, tanpa hubungan antara dua objek.
2. Konduksi
Adalah perpindahan panas dari satu molekul ke molekul
lain. Perpindahan konduksi tidak dapat mengalihkan tanpa hubungan antara
molekul dan nilai normal pada pengeluaran panas. Contoh ketika badan
direndamkan kedalam air es. Jumlah perpindahan panas tergantung pada perbedaan
suhu, besar dan lama hubungan (kontak).
3. Konveksi
Adalah penyebaran panas melalui aliran udara. Biasanya
jumlah sedikit dari udara panas yang berdekatan pada tubuh. Udara panas ini
meningkat dan diganti dengan udara dingin dan orang selalu kehilangan panas
dalam jumlah kecil melalui konveksi.
4. Evaporasi
Adalah penguapan terus menerus dari saluran pernafasan
dan dari mukosa mulut serta dari kulit. Kehilangan air yang terus menerus dan
tidak tampak ini disebut kehilangan air yang tidak dapat dirasakan. Jumlah
kehilangan panas yang tidak dirasakan kira-kira 10% dari produksi panas basal.
Pada saat suhu tubuh meningkat, jumlah evaporasi untuk kehilangan lebih besar.
2.2.5 Pengaturan suhu tubuh
Dalam tubuh, panas dihasilkan oleh gerakan otot,
asilmilasi makanan, dan oleh semua proses vital yang berasal dalam tingkat metabolisme (W.F.Ganong, 1998).
Sistem yang mengatur suhu tubuh ada 3 bagian utama:
1. Sensor pada kulit
2. Inti integrator dalam
hypothalamus
3. Sistem effektor yang
mengatur produksi dan pembuangan panas
Sebagian
besar sensori atau penangkap sensori ada
dikulit. Kulit lebih menangkap respon dingin daripada panas. Adapun panca indra
kulit mendeteksi dingin lebih efesien daripada panas. Untuk merasakan perubahan
suhu tubuh dan suhu sekitarnya, thermoreseptor ditempatkan sebagian besar
dikulit dan otak, dimana neuron thermosensitif didalam Preoptik – Anterior
Hyotalamus (PO-AH) merasakan suhu dalam darah yang melewati daerah yang banyak
terdapat pembuluh darahnya. Pokok informasi ini dan yang dari bermacam-macam
reseptor tepi, kedua syaraf bertemu di hypothalamus anterior dan posterior
mengkoordinasikan aktifitas yang dibutuhkan untuk keseimbangan suhu tubuh dalam
batas yang tipis. Didalam respon untuk peningkatkan suhu tubuh, neuron
dihypothalamus melakukan rangkaian proses yang
menghasilkan kehilangan panas, termasuk vasodilatasi perifer dan
berkeringat. Sebuah penurunan suhu sekitar, dibutuhkan sebuah rangkaian kejadian diantaranya
vasokonstruksi perifer, piloereksi, peningkatan metabolisme dan menggigil untuk
mempertahankan panas. Pada saat kulit menjadi sangat dingin diseluruh tubuh ada
3 proses fisiologis untuk meningkatkan
suhu.
1. Menggigil, meningkatkan
produksi panas
2. Berkeringat dicegah untuk
menurunkan kehilangan panas
3. Vasokonstriksi mengurangi
kehilangan panas
Integrator hypothalamus, pusat
yang mengontrol suhu inti, terletak pada area preoptik dihypotalamus. Pada saat
sensor dihipotalamus mendeteksi panas akan mengeluarkan sinyal, dimaksudkan
untuk mengurangi suhu. Hal itu untuk menurunkan produksi panas dan meningkatkan
pengeluaran panas. Pada saat sensor dingin dirangsang, sinyal mengeluarkan
untuk menghasilkan produksi panas dan mengurangi pangeluaran panas. Sinyal dari
reseptor peka suhu dingin dihypotalamus mulai pengaruh, seperti vasokonstriksi.
Menggigil, dan melepaskan epinefrin, yang meningkatkan metabolisme sel dan
menyebabkan produksi panas. Ketika reseptor yang peka terhadap panas
dihypotalamus dirangsang, system effektor mengeluarkan sinyal yang memulai
berkeringat dan vasodilatasi perifer. Perubahan ukuran pembuluh darah diatur
oleh pusat vasomotor pada medulla oblongata dari tangkai otak, dibawah pengaruh
hypotalamik (Wolf,1984). Lalu, ketika system ini dirangsang, orang dengan sadar
akan membuat penyesuaian yang tepat seperti memakai baju tambahan didalam
merespon dingin atau memutar kipas didalam merangsang panas (A.C.Gayton, 1997).
Suhu tubuh
diatur hampir seluruhnya oleh mekanisme persyarafan umpan balik, dan hampir
semua mekanisme ini terjadi melalui pusat pengaturan suhu yang terletak
dihypotalamus. Agar mekanisme umpan balik ini dapat berlangsung, harus juga
tersedia pendetektor suhu untuk menentukan kapan suhu tubuh menjadi sangat
panas atau sangat dingin (Gayton 1997). Diana Weedman (1997) juga menjelaskan
tentang peranan Reticulo Formation sebagai tempat bertemunya inti dalam batang
otak yang menerima bermacam-macam input dari sumsum tulang belakang,
diantaranya adalah informasi tentang temperature kulit yang dilanjutkan kepada
Hypotalamus. Hypothalamus juga mempunyai beberapa reseptor intrinsik. Termasuk thermoregulator dan
osmoreseptor untuk memonitor suhu dan keseimbangan ion secara berkesenambungan.
Konsep “ set-poin” untuk
Pengaturan Temperatur
Pada
temperatur inti tubuh yang kritis pada tingkat hampir 37,1ºc terjadi perubahan
kritis pada kecepatan kehilangan panas dan kecepatan pembentukan panas. Pada
temperatur diatas 37,1ºc kecepatan kehilangan panas lebih besar dari kecepatan
pembentukan panas sehingga temperatur tubuh turun dan mencapai kembali tingkat
37,1ºc.
2.2.6 Faktor yang mempengaruhi suhu tubuh
Diantara faktor-faktor yang
mempengaruhi suhu tubuh, adalah antara lain:
1. Umur.
Pada bayi
sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan dan harus dihindari dari perubahan yang
ekstrim.Suhu anak-anak berlangsung lebih labil dari pada dewasa sampai masa
puber. Beberapa orang tua, terutama umur lebih 75 thn, beresiko mengalami
hypotermi (kurang 36º c). Ada beberapa alasan, seperti kemunduran pusat panas,
diit tidak adekuat, kehilangan lemak subkutan, penurunan aktivitas dan
efisiensi thermoregulasi yang menurun. Orangtua terutama yang sensitif pada
suhu lingkungan seharusnya menurunnya kontrol thermoregulasi.
2. Diurnal Variation
Suhu tubuh biasanya berubah
sepanjang hari, fariasi sebesar 1ºc, antara pagi dan sore.
3. Latihan
Kerja keras
atau latihan berat dapat meningkatkan suhu tubuh setinggi 38,3 sampai 40º c,
diukur melalui rectal.
4. Hormon
Perempuan
biasanya mengalami peningkatan hormon lebih banyak daripada laki-laki. Pada
perempuan,sekresi progesteron pada pada saat ovulasi menaikkan suhu tubuh
berkisar 0,3ºc sampai 0,6ºc diatas suhu tubuh basal.
5. Stress
Rangsangan
pada system syaraf sympatik dapat meningkatkan produksi epinefrin dan
norepinefrin. Dengan demikian akan meningkatkan aktifitas metasbolisme dan
produksi panas.
6. Lingkungan
Perbedaan
suhu lingkungan dapat mempengaruhi sistem pengaturan suhu seseorang. Jika suhu
diukur didalam kamar yang sangat panas
dan suhu tubuh tidak dapat dirubah oleh konveksi, konduksi atau radiasi, suhu
akan tinggi. Demikian pula, jika klien keluar ke cuaca dingin tanpa pakaian
yang cocok, suhu tubuh akan turun (Kozier, 1995). Sedangkan Barabara R Hegner
(2003) menjelaskan bahwa suhu tubuh dipengaruhi oleh:
-
Penyakit
-
Suhu eksternal/lingkungan
-
Obat-obatan
-
Usia
-
Infeksi
-
Jumlah waktu dalam sehari
-
Latihan
-
Emosi
-
Kehamilan
-
Sirklus menstruasi
-
Aktivitas menangis
-
Hydrasi
2.2.7 Kontrol Feedback Negatif Pada Suhu
Tubuh
Untuk
mempertahankan kontrol perubahan, misal pada suhu, maka system kontrol harus
mempunyai respon untuk membawa perubahan didalam variable. Respon jaringan itu
diserbut efektor. Didalam system kontrol fisiologi, kadang-kadang terdapat
lebih dari satu efektor dan masing-masing dari efektor tersebut harus menerima
kontrol informasi input. Informasi
ini akan distimulasi oleh efektor untuk meningkatkan atau menurunkan respon
utamanya. Kontrol pada efektor dicapai dengan komponen system kontrol kedua
yang disebut integrator atau Integrating
Center (IC). IC yang mengontrol
“keputusan “dicapai dalam informasi dasar mengenai suhu tubuh. Informasi ini
dikirim keintegrating center melalui reseptor khusus yang disebut sensor, yang
sensitif untuk merubah suhu. Sebuah system yang mempertahankan menutupnya
variabel utama pada nilai pasti disebut system set point.
Seperti perubahan pada suhu tubuh, sensor
mengubah outputnya pada IC, yang kemudian membandingkan informasi dengan set pointnya. Jika terdapat
perbedaan antara kedua nilai tersebut jatuh diluar daerah penerimaan, maka IC
memperbaiki respon melalui system efektor. Respon cenderung memperbaiki nilai
set point dan menurunkan stimulus pada sensor. Karena respon system dimonitor dan dibuat dengan
bantuan action correvtive, maka tipe
system kontrol ini merupakan system yang menjalankan menurut prinsip feedback.
Sejak respon corrective selalu dalam keadaan bertentangan langsung dengan
perubahan yang sesungguhnya dari set point, seperti kontrol, maka hal ini
disebut kontrol feedback negative. Jika
suhu terlalu tinggi, system feedback negative akan mengakibatkan suhu menjadi
diturunkan. Jika terlalu rendah maka sisitem akan menaikkannya melalui jalur
ini.
Gambar 2.1 Diagram
efektor pengaturan suhu pada kulit, otot dan arteri.
Pada
manusia, efektor pengaturan suhu yang utama adalah arteriola dermal, kelenjar
kringat dan otot rangka dan termasuk juga didalamnya menggigil serta perubahan
suhu sehubungan dengan respon perilaku. Semua input kontrol berasal dari pusat
termoregulasi didalam hypothalamus, yang berfungsi sebagai pusat integrasi
informasi suhu dideteksi didalam semua bagian tubuh oleh sensor yang disebnut thermoreseptor. Dari thermoreseptor ini,
informasi suhu ini dikirim ke hpotalamus untuk dianalisa. Bebrapoa neuron
didalam hypothalamus juga secara langsung sensitive terhadap suhu. Hal ini
memberikan kontribusi yang penting untuk proses sejak hypotalamus secara
langsung memantau tingkat panas didalam darah yang mengalir melalui otak
(Nowak, 1999)
2.2.8 Jaras sensoris (Suhu)
Jenis serat
eferen primer yang menghantarkan sensasi kulit terutama menghantarkan impuls
rangsang suhu adalah serat C. Serat ini terletak dikolumna dorsalis dan lamina
dikornu dorsalis. Pada umumnya suhu dihantarkan melalui traktus spinotalamikus
lateralis, dilanjutkan keventralis. Impuls suhu direlai melalui nucleus
spinalis N. Trigeminus ( Ganong, 1999). Sewaktu memasuki medulla spinalis,
sinyal akan menjalar dalam traktus lissauer sebanyak beberapa segmen diatas dan
dibawah. Dan secepatnya akan berakhir terutama pada lamina I,II,III radiks
dorsalis. Sesudah ada percabangan satu atau lebih neuron dalam medulla
spinalis, maka sinyal akan dijalarkan keserabut thermal asenden yang menyilang
ketraktus sensoris anterolateral sisi berlawanan edan akan berakhir di (1) Area
retikuler batang otak dan (2) Kapiler ventrobasal thalamus. Beberapa sinyal
suhu dari kapiler ventrobasal akan deipancarkan menuju korteks somatosensorik.
Adakalanya, dengan penelitian mikroelektrode ditemukan suatu neuron pada area
somato sensoris I yang dapat langsung berespon terhadap stimulus dingin atau
hangat pada daerah kulit yang spesifik ( Guyton, 1997).
Gambar 2.2 : Jaras
untuk rasa raba, nyeri dan suhu yang berasal dari kulit. System anterolateralis
(ventralis dan lateralis spinotalamikus dan jaras asenden lainnya) juga menuju
formasioretikularis mesensefalon dan nucleus nonspesifik thalamus.
2.2.9 Perubahan abnormal suhu tubuh
Setiap
orang mengalami perubahan suhu tubuh setiap 24 jam dan batas-batas normal yang
dapat diterima adalah suhu 36 hingga 37º5 c.
Suhu diatas atau dibawah
batas-batas ini adalah suhu yang abnormal.
2.2.10 Metode Mengukur Suhu Tubuh
Ada empat metode mengukur suhu
tubuh, yaitu :
1. Oral – paling sering digunakan
2. Aural (telinga) – paling akurat
3. Rectal – suhu rectal lebih tinggi satu
derajat daripada suhu oral
4. Axilla atau groin (pangkal paha) – kurang
akurat.
(Metode ini digunakan hanya jika kondisi
pasien tidak mengijinkan untuk digunakan thermometer oral, aural atau rectal.
Pengukuran suhu axilla atau pangkal paha lebih rendah 1ºF (atau 0,6ºC) dari
suhu oral.
Metode Mengukur Suhu Rectal (Barbara, 2003)
1. Lakukan
semua tindakan awal presedur.
2.
Ingatlah untuk mencuci tangan anda, mengidentifikasi pasien dan memberi
privasi.
3. Siapkan
peralatan yang diperlukan diatas nampan:
- Wadah yang berisi thermometer rectal
yang bersih
- Wadah
untuk thermometer yang sudah digunakan
- Wadah
untuk tissue yang kotor
-
Pelumas
- Wadah kertas tissue
-
Kertas dan pensil
- Jam tangan dengan detik
-
Sarung tangan sekali pakai
4. Naikkan sisi penghalang tempat tidur disisi
yang berlawanan. Turunkan bagian sandaran tempat tidur. Minta pasien untuk
memiringkan tubuhnya membelakangi anda. Bantu pasien jika perlu.
5. Letakkan
sedikit pelumas pada kertas tissue
6. Pakai sarung tangan jika perlu. Keluarkan
thermometer dari wadahnya dengan memegang ujung batangnya. Baca kolom air
raksa. Pastikan bahwa air raksa berada dibawah 35,6º C. periksa kondisi
thermometer.
7. Oleskan
sedikit pelumas pada bulb dengan tissue
8. Buka
selimut tempat tidur untuk membuka daerah anal.
9. Buka
bagian bokong dengan satu tangan. Masukkan thermometer dengan lembut kedalam
rectum sedalam 3,75 cm. Tahan pada posisi tersebut. Selimuti kembali segera setelah thermometer
dimasukkan
10. Thermometer harus tetap berada
didalam selama 5 menit
11.
Ambil thermometer, pegang batangnya. Bersihkan ujung batang sampai keujung
bulb.
12. Buang tissue pada tempatnya
13. Baca thermometer. Catat hasilnya
pada kertas
14. Bersihkan pelumas pada pasien.
Buang kertas tisu
15.
Lepaskan sarung tangan dan buang sesuai ketentuan rumah sakit. Taruh
thermometer pada tempatnya untuk penggunakan pada kesempatan lain. Jika thermometer
ini akan digunakan kembali untukm pasien yang sama :
a.
Cuci dengan air dingin dan sabun
b.
Bilas dan keringkan
c.
Kembalikan thermometer kekotak desinfektan pasien masing-masing
16. Turunkan kembali penghalang tempat tidur
17. Lakukan
semua tindakan penyelesaian prosedur. Ingatlah untuk mencuci tangan anda,
melaporkan penyelesaian tugas dan mendokumentasikan tanggal, waktu, suhu dan
reaksi pasien.
2.2.11 Anatomi organ intra
abdomen dan otot-otot abdomen.
Gambar 2.3 Anatomi organ intra abdomen
Gambar 2.4 Anatomi
otot abdomen
2.3 Demam
2.3.1 Defenisi Demam
Febris atau
Demam adalah suhu inti tubuh meningkat hingga sekurang-kurangnya 38,3º C
(rectal). Pada orang demam, peningkatan suhu seperti mengingatkan beberapa
kerusakan dalam system control pengaturan suhu. Pada kenyataannya, system
berfungsi secara normal, tetapi dalam dasar set poin yang baru. Pada demam, set
point IC diatur naik yang menyebabkan efektor akan meningkatkan respon suhu
tubuh. Tanda dan gejala utama kejadian demam konsisten dengann respon yang
diharapkan ketika suhu tubuh menurunkan set point. Pucat dan dinghin adalah
hasil dari vasokonstriksi dermal, yang berarti mengembalikan heat loss didalam
setting suhu yang tinggi. Menggigil dan berselimut dibawah bed cover juga
berarti meningkatkan suhu pada tingkat set point baru. Ketika set point normal
dikembalikan, mekanisme heat loss berasal dari penurunan demam. Berkeringat
yang berlebihan, kemerahan pada dermal dan melepaskan bed cover, semuanya
berarti mengurangi suhu untuk menurunkan nialai set point (Nowak, 1999).
2.3.2 Mekanisme Dasar Terjadinya Demam
Pireksia dihubungkan dengan beberapa
perbedaan kondisi penyakit. Dari sini
dapat diketahui bahwa factor eksternal dapat mmepengaruhi secara langsung pusat
regulasi suhu tubuh dihypotalamus untuk menaikkkan set point. Meskipun
demikian, hal ini bukan merupakan masalah. Hal ini menunmjukkan bahwa beberapa
fasktor eksteranal menstimulasi sebuah pola respon umum, yang dihasilkan dalam
peningkatan set poi8nt. Meskipun terdapat banyak ketidakjelasan tentang tahap
intermediet didalam proses, namun hal ini diketahui bahwa semua jernis factor
produksi demam dapat menyebabkan produksi dan pelepasan bebereapa pirogen
internal (substansi pneyebab dermam). Sekali dilepasakan, pirogen indogen (EP)
ini memiliki sisa kejadian yang berperan penting untuk menaikkan pengaturan
kembali setr point suhu pada hypoptalamus (Gambar. 2.2) (Nowak, 1999).
Gambar 2.4 : Mekanisme
Endogenus Pyrogen (EP) didalam patogenesis demam.
Pirogen Eksogen.
Sebuah host pada substansi
eksogen mampu menyebabkan demam dengan menstimulasi pirogen eksogen jika
dikenalkan oleh tubuh. Hal ini secara kolektif disebut pirogen eksogen.
Prototype pirogen eksogen adalah endotoksin, sebuah komponen Lipopolisakarida
(LPS) dari dinding sel pada bakteri gram negative. Pada bakteri ini, bentuk LPS
adalah membran lipid bagian luar yang dihubungkan hanya jika bakteri mengalami
injuri atau dibunuh. Karena LPS adalah panas stabil, maka kejadian sterilisasi
panas pada substansi yang berisi bakteri gram negative tidak akan mengeluarkan
efek pirogenik. Jika diinjeksikan pada manusia fungsi LPS dapat menyebabkan
“demam infeksi”. Hal ini merupakan komplikasi umum pada cairan intravena,
khususnya ketika pada awalnya tidak diketahui mekanisme dasar demam. Kejadian
ini dapat dicegah jika cairan dipersiapkan dalam kondisi steril dan dirawat
secara khusus untuk memindahkan kembali LPS. Ketika manusia secara sempurna
sensitive terhadap LPS maka area luas dari organisme lain dan substansi –
substansi dapat muncul sebagai pirogen eksogen termasuk virus, bakteri, jamur
dan area luas dari substasni antigen atau toksik. Beberapa agen terapi, salah
satunya karena kelebihan dosis (misalnya Aspirin, atropine, chlorpromazine)
atau sensitifitas pasien (misalnya cimetidin, ibuprofen, penicillin) mungkin
pirogenik. Aspirin menarik didalam konteks ini sejak biasa digunakan sebagai
antipiretik.
Pirogen Endogen
Sebuah eksogen pirogen menghasilkan demam melalui
isinya untuk menstimuasi produksi dan pengeluaran pirogen Endogen (EP).
Substansi ini diproduksi didalam respon inflamasi yang ditampakkan pada
reseptor dihypotalamus untuk menyebabkan peningkatan perubahan/peralihan pada
set point suhunya.
Sumber relevan secara klinis dari EP yang telah
diidentifikasi meliputi PMN, Lymphosit dan makrofag. EP meliputi IL-1
(Interleukin-1), TNF (Tumor Nekrosis Faktor), IFN (Interferon alpha) dan substansi yang
dikandungnya yang disebut Makrofag Inflamatori Protein-1 (MIP-1). Karakteristik
terbaik adalah IL-1 dan TNF. IL I diproduksi oleh sejumlah besar sel
didalam respon injuri atau aktifasi inflamatori dan khususnya melalui aktifitas
makrofag yang memperlihatkan diri menjadi sumber prinsip pada IL-1 didalam
peranannya seabagai pirogen endogen. Yang pasti, diamana dicatat dalam
bakerimia yang merupakan penjelasan terbaik oleh produksi EP berhubungan
denagan aktifasi monosit bebas dan makrofag tunggal didalam liver, limpa dan
jaringan lainnya.
Sesungguhnya,
pirogen endogen diproduksi dan dikeluarkan oleh sel fagosit tubuh. Didalam
respon pada stimulasi pirogenik, sel ini menghasilkan dan melepaskan EP.
Kecuali pada tumor maligna. Sel nonfagosit pada tumor ini (misal leukemia dan
penyakit Hodgkin) dapat melepaskan EP. Mekanisme ini dapat menjelaskan kejadian
demam secara umum pada beberapa pasien tumor, tetapi mekanisme lain mungkin
lebih baik dilibatkan. EP hanya dilepaskan setelah berhenti mengikuti tanda
stimulasi sel fagosit. Keterlambatan periode terakhir ini sekitar 1 jam sesudah
suhu tubuh siap untuk meningkat. Pelepasan EP sesudah stimulasi dapat
dilanjutkan sampai dengan 15 jam. EP hanya butuh beberapa menit untuk
menimbulkan tanda pireksia. EP bekerja didalam menerangkan mekanisme regulasi
suhu hypotalamus. Sebuah nukleus thermosensitif (nucleus preoptik) didalam
hypothalamus anterior menerima input stimulatory dari reseptor hangat dan
dingin dikulit, pusat tubuh dan hypothalamus seperti yang terjadi pada EP.
Kombinasi sensor/thermostat ini mengeluarkan signal kehypoptalamus posterior,
yang kelihatannya untuk mengisi set point system. Hypotalamus posterior
memberikan feedback konstan pada permukaan dan temperatur pusat. Diketahui
menyimpang dari set point dan kemudian mengatur output ke kortical hypothalamus
dan pusat batang otak yang dapat menghasilkan respon korektif.
Suhu
dihubungkan dengan signal intra hypotalamus tergantung dari beberapa tahap
intermediate (perantara) meliputi prostaglandin E (PGE), nonamin (Serotonin
partikulary), c AMP (Cyclic Adenosin Monophosphate) dan mungkin c GMP (Cyclic
Guanosine Monophosphate). IL-1, TNF dan INF
semua bertindak melalui jalur yang diperantarai oleh sintesis prostaglandin.
Dalam kenyataannya, tingkat kenaikan prostaglandin didalam darah (yang mungkin
dihubungkan dengan inflamasi) memicu kenaikan set point didalam jalan yang sama
dimana serotonin atau c AMP diinjeksi didalam hypothalamus (Nowak, 1999).
2.3.3 Indikasi demam, antara lain:
- Meningkatnya suhu tubuh
- Kulit yang panas,
kemerah-merahan
- Jatuh pingsan
- Sakit kepala
- Mual
- Konvulsi
2.3.4 Mekanisme Penurunan Temperatur
Bila Tubuh Terlalu Panas
Sistem
pengaturan temperatur tubuh menggunakan tiga mekanisme penting untuk menurunkan
panas tubuh ketika temperatur menjadi sangat tinggi.
1) Vasodilatasi
Pada hampir
semua area tubuh,pembuluh darah kulit berdilatasi dengan kuat. Hal ini
disebabkan oleh hambatan dari pusat sympatis pada hypotalamus posterior yang
menyebabkan vasokonstriksi. Vasodilatasi penuh akan meningkatkan kecepatan
pemindahan panas kekulit sebanyak 8 kali lipat. Vasodilatasi ini merupakan
kerja dari sel anterior dari hypotalamus (Wolf1984).
2. Berkeringat
Efek dari
peningkatan temperatur yang menyebabkan berkeringat memperlihatkan kecepatan
kehilangan panas melalui evaporasi yang dihasilkan dari berkeringat ketika
temperatur ini tubuh meningkat diatas temperatur kritis 37ºC.
Peningkatan temperatur tubuh
1ºc menyebabkan keringat yang hilang banyak untuk membuang 10 x lebih besar
kecepatan metabolisme basal dari pembentukan panas tubuh.
3. Penurunan Pembentukan Panas
Mekanisme yang menyababkan pembentukan panas
berlebihan, seperti menggigil dan thermogenesis dihambat dengan kuat.
2.3.5
Beberapa hal yang perlu dilakukan pada saat suhu tubuh meningkat
1. Observasi suhu secara berkala
setiap 4 - 6 jam
2. Beri minum yang banyak, dapat berupa air
putih,susu, air buah, air teh. Tujuannya adalah agar cairan tidak menguap
akibat naiknya suhu badan.
3. Jangan pakai pakaian yang tebal
4. Kompreslah dengan air hangat pada ketiak,
dahi, dan lipat paha
5. Berikan obat penurun panas sesuai petunjuk
atau jika suhu diatas 38ºC (Sophia
Theophilus, 2000).
DAFTAR PUSTAKA
Arikunto,
S (1998). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta : PT
Renika Cipta.hal 96-117
A.Brockop,
Dorothy Young (1999), Dasar-Dasar Riset Keperatan, Edisi
2, Jakarta, EGC, hal 124-126.
Berne, R M (1993). Physiology,
Third Edition, St Louis:
Mosby Year Book, p- 109.
Depkes RI (1994), Prosedur Keperawatan
Dasar, Jakarta:PPNI
Ganong W.F (1999). Fisiologi Kedokteran.
Jakarta: EGC ,hal 130-131
Guyton A.C (1997),Fisiologi Kedokteran,
Jakarta:EGC hal 774-775, 1141-1151
Hegner,
B.R (2003), Asisten Keperawatan Suatu Pendekatan Proses Keperawatan, Edisi
6, Jakarta,EGC.hal 231-236, 363
Kamus
Kedokteran Dorland (1996). Jakarta : EGC, hal 416
Nowak J.T (1999), Essentials of Pathophysiology :
Consepts and Applications for Health Care Professionals, Second
Edition, the McGraw-Hill Companies.page 48-51
Nursalam (2002). Manajemen Keperawatan : Aplikasi
Dalam Praktek Keperawatan Profesional. Jakarta : Salemba Medica.hal 96
Nursalam (2003). Konsep & Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan (Pedoman Skripsi, Tesis dan Instrumen Penelitian
Keperawatan). Jakarta
: Salemba Medica hal
Patton.H.D (1989). Fuchs.A.F, Hill.B, Scher.A.M dan
Steiner.B. Textbook of Physiology. Philadelhia. Saunders Company. page
Pudjiraharjo.W.R.dr.MPH (1993). Metodologi Pendidikan dan Statistik Terapan. Surabaya. Airlangga Universitas Press. hal
Roper,N
(1986). Prinsip-prinsip Keperawatan. Yogyakarta. Yayasan Essentia Medica dan Andi. hal
Theophilus,S.Dr (2000). Apa yang Perlu Diperhatikan Bila
Anak Demam.
www//http:BringingUp.baby.com.April jam 09.00
www//http:email box@ cbn.net.id Tanggal 20 April
2004 jam 20.25.
Wolf
(1984),Weitzel dan Fuerst.Dasar-dasar Ilmu Keperawatan.Jakarta:
Gunung Agung.hal 557-560
Zainuddin.Muh.Dr.Apt (2000).Metodologi Penelitian.
Surabaya.
Widyanti,W
(2004). Majalah Keperawatan (Nursing Journal of Padjadjaran University),
Bandung : Program Studi Ilmu Keperawatan. hal 81
Putz, Pabst R (1995). Sobotta ( Atlas Anatomi
Manusia), Edisi 20, Jakarta
: EGC, hal 63.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar