Jumat, 30 Maret 2012
PENATALAKSANAAN PRE,INTRA DAN POST OPERATIF
PENATA LAKSANAAN KEPERAWATAN PERI OPERATIF, INTRAOPERATIF DAN PASKA OPERATIF
OLEH : MOH. ARIF S,KEP
1. KEPERAWATAN PERI OPERATIF
Keperawatan perioperatif adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan keragaman fungsi keperawtan yang berkaitan dengan pengalaman pembedahan pasien kata “Prei Operatif” adalah suatu istilah gabungan yang mencakup tiga pase pengalaman pembedahan pera operatif intra operatif dan pasca operatif. Masing-masing dari setiap pase ini dimulai dan berakhir pada waktu tertentu dalam urutan peristiwa yang mebnetuk pengalaman bedah dan masing-masing mencakup rentang perilaku dan aktipitas keperawatan yang luas yang dilakukan oleh perawat dengan menggunakan peroses keperawatan dan standar keperawatan.
Pase pra operatif peran keperawatan dimulai ketika keputusan untuk interpensi bedah dibuat dan berkahir ketiak pasien dikirim kemeja operasi. Lingkup aktifitas keperawatan tersebut dapat mencakup :
1. Penetapan pengkajian dasar pasien ditatanan kelinik atau dirumah
2. menjalani wawancara pera operatif
3. menyiapkan pasien untuk anestesi yang deberikan dan pembedahan.
4. membatasi melakukan pengkajian pasien pra operatif ditempat ruang operasi.
2. PASE INTARA OPERATIF
Keperawatan mulai ketika pasien masuk atau dipindah ke Departemen Bedah dan berakhir saat pasien dipeindahkan ke Ruang Pemulihan (Reco Verry Room). Lingkup aktifitas keperawatan dapat meliputi :
1. Memasang infus (IV)
2. memberikan medikasi Intavena
3. melakukan pemantauan fisiologis menyeluruh sepanjang prosedur pembedahan dan menjaga kerselamatan pasien
3. PASE PASCA OPERATIF
Dimulai dengan masuknya pasien keruang pemulihan dan berakhir dengan epaluasi tindaka lanjut pada tatanan kelinik atau dirumah. Pada pase paska operatif langsung, pokus termasuk mengkaji efek dari agens anestesia, dan memantau fungsi pital serta mencegah komplikasi, kemudian berpokus pada peningkatan penyembuhan pasien dan melakukan penyuluhan perawatan tindak lanjut, dan rujukan yang penting untuk penymebuhan yang berhasil dan rehabilitasi yang diikuti dengan pemulangan.
Setiap pase ditelaah lebih detil lagi dalam unit ini. Kapan berkaitan dan memungkinkan proses keperawatan pengkajian, diagnosa, perencanaan, imterpensi, dan efaluasi diuraikan.
TINJAUAN PROSES KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
Pengkajian meliputi :
a. Mengepaluasi paktor Fisik
b. Faktor fisikologis secara luas
Seperti status nutrisi dan pengunaan bahan keimia status pernapasan status kardiovaskuler fungsi hevatif dan ginjal fungsi imunologi informet consent pendidikan pasien praoperatif dll.
2. DIAGNOSA
Berdasarkan pada data pengkajian, diagnosa keprawatan peraoperatif manyor pasien bedah dapat mencakup :
a. Ansietas yang berhubungan dengan pengalaman bedah ( Anestesi, nyeri ) dan hasil akhir dari pembedahan
b. Defisit pengetahuan mengenai prosedur dan protokol praoperatif dan harapan pascaopertif
3. PERENCANAAN DAN IMPELEMENTASI
Tujuan :
- Tujuan utama pasien bedah dapat meliputi menghilangkan ansietas praoperatif dan peningkatan pengetahuan tentang persiapan praoperatif dan harapan pascaoperatif.
4. INTERPENSI KEPERAWATAN
Menurunkan ansietas praoperatif, penyuluhan pasien.
5. EVALUASI
Hasil-hasil yang diharapkan :
1. Ansietas dikurangi :
a. Mendiskusikan kehawatiran yang berkaitan dengan tipe anestesia dan induksi dengan ahli anestesi atau anestetis.
b. Mendiskusikan kekawatiran saat-saat terakhir denga perawata atau dokter
c. Mendiskusikan masalah-masalah finansial dengan pekerja sosial, bila diperlukan
d. Meminta kunjungan pendeta bila diperlukan
e. Benar-bernar relaks setelah dikunjungi oleh anggota tim kesehatan
2. Menyiapkan terhadap intervensi pembedahan
a. Ikut serta dalam persiapan praoperatif
b. Menunjukkan dan menggambarkan latihan yang diperkirakan akan dilakukan pasien setelah operasi
c. Menelaah informasi tentang keperawatan pascaoperatif
d. Menerima medikasi praanestesi
e. Tetap berada di tempat tidur
f. Relaks selama transformasi ke unit operasi
g. Menyebutkan rasional penggunaan pagar tempat tidur
INTERPENSI KEPERAWATAN PRAOPERATIF
1. NUTRISI DAN CAIRAN
Bila pembedahan dijadwalkan untuk pagi hari, makanan mungkin diperbolehkan pada malam sebelumnya, pada pasien dihidrasi, dan terutama pada pasien lansia, cairan peroral sering kali dianjurkan sebelum operasi dilakukan. Selain itu, cairan mungkin akan diresepkan secara interapena, terutama pada pasien yang tidak mampu minum. Jika pembedahan dijadwalkan siang hari tidak melibatkan saluran gastrointestinal manapun, sarapan pagi lunak bisa saja diberikan. Makanan atau cairan peroral harus sudah tidak diberikan delapan sampai sepuluh jam sebelum operasi untuk orang dewasa tiga sampai empat jam untuk anak-anak.
Tujuan menunda pemberian makanan sebelum pembedahan adalah untuk mencegah aspirasi. Aspirasi terjadi ketika makan dan air mengalami regurgitasi dari labung dan masuk kedalam sistem paru. Material yang terhirup tersebut bentindak sebagai benda asing, yang mengiritasi dan menyebabkan raksi implasi yang mengganggu pertukaran yang adi kuat dari udara. Aspirasi merupakan masalah serius dan menyebabkan angka motalitas yang tinggi (60% sampai 70%) ketika hal tersebut terjadi. Pasein bedah yang lansia bahkan berisiko lebih tinggi lagi terhadap aspirasi.
2. PERSIPAN INTESTINAL
Pembersihan dengan enema atau laksatif mungkin dilakukan pada malam sebelum operasi dan mungkin diulang jika tidak efektif. Pembersihan adalah untuk mencegah depekasi selama anestesi atau untuk mencegah traoma yang tidak dinginkan pada intestinal selama pembedahan abdomen. Selain itu pula mungkin diresepkan antibiotik untuk mengurangi plora usus
3. PERSIPAN KULIT PRAOPERATIF
Tujuan dari persipan kulit praoperatif adalah
- mengurangi sumber bakteri tanpa mencedari kulit.
- Menganjurkan pasien mandi menggunakan sabun yang mengandung diterjen gernisida untuk membersihkan area kulit selama beberapa hari sebelum pembedahan untuk mengurangi jumlah organisme kulit ini dapat dilakukan dirumah
- Sebelum operasi pasien harus mandi air hangat serta menggunakan sabun betadin dan hal ini dilakukan pada malam sebelumnya.
- Tujuan untuk menjadwalkan mandi pembersihan sedikit mungkin dengan waktu pembedahan mengurangi resiko kontaminasi kulit terhadap luka bedah
- Mencuci rambut sehari sebelum pembedahan kecuali kondisi pasien tidak memungkin hal tersebut
- Amat disarankan agar rambut disekitar operasi tidak dicukur karena dikahawtirkan sumber pertumbuhan bakteri, makin jauh interpal bercukur dan operasi, makin tinggi angka inpeksi luka pascaoperatif. Kulit yang dibersihkan dengan baik tetapi tidak dicukur sering jarang menyuliktan dibanding dengan kulit yang dicukur.
Protokol untuk persipan kulit berpariasi banyak ahli bedah lebih menyukai rambut dibersihkan dari areal yang dioperasi. Salah satu pendekatan menyangkut penggunaan alat cukur listrik untuk mencukur rambut 1 sampai 2 mm dari kulit supaya jangan melukai kulit. Alat cukur harus dibersihkan dengan seksama setelah digunakan. Pendekatan lain adalah krem penghilang rambut, dioleskan secara merata 1,25 cm diatas keseluruhan daerah operasi, krem dibiarkan pada kulit selama 10 menit (bergantung pada inturksi pada kemasan), krem dibersihkan dengan spon kasa atau spatel lidah yang telah dibasahi. Kemudian dibilas dengan sabun dan air dan dikeringkan dengan baik keuntungannya adalah kulit bersih halus dan baik dan pembuangan rambut yang tidak dikuat dapat dicegah.
INTERVENSI KEPERAWATAN PRAOPERATIF SEGERA
Pasien dipakaikan baju rumah sakit yang diberikan tidak terikat dan terbuka bagian belakangnya. Jika pasien memiliki rambut yang panjang, rambut tersebut mungkin diikat, jepit rambut dilepas seluruh rambut ditutup dengan topi operasi yang terbuat dari kertas sekali pakai.
Mulut pasien diinspeksi, dan gigi palsu atau mungkin ikat gigi dilepaskan. Jika dibiarkan didalam mulut alat akan dengan mudah jatuh kebelakang tenggorokan selam induksi anestesi dan menyebabkan obstruksi pernapasan.
Perhiasan tidak dikenakan keruang operasi, bahkan cincin kawin sekalipun harus dilepas. Jika pasien menolak untuk melepaskan cincinnya, sehelai kasa kecil disisipkan melalui cicin dan ikatkan dengan kuat ke pergelangan tangan pasien. Semua barang berharga, termasuk gigi palsu dan alat-alat protetik, diberi label nama pasien dengan jelas dan disimpan ditempat yang aman sesuai dengan kebijaksanaan rumah sakit.
Semua pasien (kecuali mereka dengan gangguan urologi) harus buang air kecil tepat sebelum masuk ruang operasi untuk menigkatkan kontinen selama pembedahan abdomen bagian bawah dan untuk memudahkan mengakses organ-organ abdomen. Kateterisasi tidak harus dilakukan kecuali dalam keadaan kedaruratan atau ketika diperlukan untuk memastikan pengosongan kandung kemih dengan memasang indwelling kateter. Dalam contoh ini, kateter tersebut harus dihubungkan dengan sistem drainase tertutup. Urine yang dikeluarkan diukur dan jumlah serta waktu berkemih dicatat pada catatan praoperatif.
Kamis, 29 Maret 2012
konsep nyeri
2.1 Konsep
Nyeri
2.1.1 Pengertian Nyeri
1. Menurut kamus besar Bahasa Indonesia nyeri adalah
: Rasa yang menyebabkan penderitaan.
2. Nyeri adalah : suatu rasa yang tidak nyaman baik
ringan ataupun berat (
Robert, 1995 ).
3. Nyeri
menurut “The International
Association For The Study Pain “
adalah suatu sensasi,
pengalaman emosi yang tidak menyenangkan
dan dihubungkan dengan kerusakan atau akan rusaknya jaringan, atau keadaan yang
berhubungan dengan suatu kerusakan (Rosemary, 2003 ).
2.1.2
Fisiologi Nyeri
Tubuh
tidak mempunyai organ-organ
atau sel-sel khusus
yang berperan
dalam rangsang
nyeri. Rangsang nyeri diterima oleh ujung-ujung saraf bebas yang disebut
sebagai nocciceptor. Resptor saraf
terebut tersebar dalam lapisan kulit dan jaringan tertentu yang lebih dalam
seperti organ viceral, persendian,
dinding arteri, hati, dan kandung empedu. Ujung saraf bebas sebagai penerima
rangsang nyeri dapat terstimuli oleh tiga stimulus yaitu :
1) Mekanik : diterima oleh reseptor nyeri mekanosensitif. Rasa nyeri
terjadi akibat ujung saraf bebas mengalami keruskan akibat terjadi trauma,
misalnya karena benturan atau gesekan.
2) Thermis : diterima oleh reseptor nyeri thermosensitif. Nyeri terjadi
karena ujung saraf reseptor mendapat
rangsangan panas atau dingin yang berlebihan.
3) Kimia : diterima oleh reseptor nyeri
kemosensitif sebagai akibat perangsangan zat-zat kimia yaitu bradikinin,
serotonin, prostaglandin dan enzim proteolitik (Long BC, 1996).
2.1.3
Klasifikasi Nyeri
1.
Menurut etiologinya
1) Nyeri fisiologis adalah nyeri yang timbul
karena adanya kerusakan organ tubuh.
2) Nyeri psikologis adalah nyeri yang
penyebab fisiologisnya tidak teridentifikasi.
2.
Menurut Serangannya
Klasifikasi nyeri menurut serangan (Smeltzer, S.C dan Bare, B.G, 2002)
adalah sebagai berikut :
1)
Nyeri akut
Nyeri akut merupakan nyeri
yang bersifat sementara, terjadi kurang dari enam
bulan, biasanya nyeri
dirasakan mendadak dan area nyeri dapat diidentifikasi. Mempunyai karakteristik
gejala nyeri berkeringat, pucat, peningkatan tekanan
darah nadi dan pernafasan,
dilatasi pupil, kekejangan otot dan kecemasan.
2)
Nyeri kronis
Nyeri kronis merupakan nyeri yang bertahan lebih dari enam bulan , sumber
nyeri tidak dapat diketahui dan nyeri sulit dihilangkan. Sensasi nyeri dapat
berupa nyeri difus sehingga sulit diidentifikasi secara spesifik sumber nyeri
tersebut.
3.
Menurut Lokasi Serangan
Klasifikasi nyeri menurut lokasi serangan (Long B.C, 1996) adalah sebagai
berikut :
1)
Nyeri Somatik
Terbagi menjadi dua
jenis yaitu nyeri superficial, yang merupakan nyeri akibat
kerusakan jaringan kulit dan nyeri deep
somatic merupakan nyeri yang ditimbulkan karena kerusakan di dalam ligamen
dan tulang.
2)
Nyeri Viceral
Nyeri viceral merupakan nyeri
yang timbl akibat adanya gangguan pada organ bagian dalam, misalnya pada abdomen, cranium dan thoraks.
3)
Nyeri Alih
Merupakan nyeri yang menjalar
dan terasa pada lokasi lain dari lokasi yang sebenarnya terkena serangan.
4)
Nyeri Psikogenik
Nyeri psikogenik merupakan nyeri yang tidak diketahui penyebab
fisiologisnya.
5)
Nyeri Phantom
Nyeri phantom merupakan nyeri yang dirasakan oleh individu pada salah
satu
ekstremitas yang telah diamputasi.
6)
Nyeri Neurologis
Merupakan nyeri dalam sistem neurologis yang timbul
dalam berbagai bentuk, seperti neuralgia.
2.1.4
Faktor-faktor yang mempengaruhi respon nyeri
Oleh
karena nyeri merupakan masalah yang kompleks, maka berbagai faktor
dapat mempengaruhi respon
nyeri antara lain :
1. Umur
Faktor umur adalah variabel penting yang
mempengaruhi respon nyeri. Pada anak-anak akan kesulitan untuk mengerti tentang
nyeri dan prosedur keperawatan yang menimbulkan nyeri. Anak-anak akan kesulitan
mengungkapkan respon nyerinya secara verbal pada orang lain dan orang tuanya.
Oleh karena itu perawat harus menggunakan teknik komunikasi sederhana untuk
membantu anak mengerti dan menggambarkan tentang nyerinya. Perawat dapat
menggunakan gambar-gambar yang ditunjukkan pada anak untuk menggambarkan respon
nyerinya.
Pada
orang dewasa respon nyeri dipengaruhi oleh adanya berbagai penyakit yang
menyertai. Herr dan Mobilly (1991) menjelaskan bahwa orang dewasa dapat
mengingkari nyeri yang dirasakan dengan alasan :
1) Kepercayaan bahwa nyeri merupakan sesuatu
yang harus dijalankannya dalam kehidupan.
2) Tidak mengerti tentang akibat daripada
nyeri.
3) Tindakan diagnostik dan terapi yang mahal
dan tidak menyenangkan.
4)
Penyakit serius atau terminal.
5) Perbedaan terminologi dalam menyatakan
respon nyeri.
6) Keyakinan orang tua bahwa nyeri itu tidak
perlu ditampakkan (Potter et al, 1993).
Anak-anak mempunyai
respon nyeri yang
lebih tinggi jika
dibandingkan dengan usia remaja, dewasa dan orang tua. Anak-anak
mempunyai respon yang lebih tinggi karena dapat mengekspresikan nyeri lebih
bebas. Pada usia remaja respon nyeri lebih rendah dari anak-anak karena
cenderung dapat mengontrol prilakunya. Sedangkan pada usia dewasa dan orang tua
respon nyeri akan lebih rendah lagi karena mereka menganggap bahwa nyeri itu
merupakan proses alami sehubungan dengan proses menua.
2. Jenis Kelamin
Umumnya
laki-laki dan perempuan tidak mempunyai perbedaan yang signifikan dalam
merespon nyeri (Gill, 1990). Masih
diragukan bila ada faktor gender yang mempengaruhi respon nyeri. Namun dalam
suatu penelitian yang dilakukan oleh Buns et al (1989) pada pasien post operasi
abdomen menunjukkan bahwa pasien laki-laki membutuhkan morphin yang lebih
banyak dibandingkan pada pasien perempuan dengan tingkat nyeri yang sama.
Menurut beberapa catatan di
Amerika, anak laki-laki mempunyai respon nyeri lebih rendah dibandingkan dengan
anak perempuan. Demikian juga berlaku pada orang dewasa.
3. Sosiokultural
Ras, budaya dan etnis merupakan faktor
penting dalam respon individu terhadap nyeri. Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh Davitz, kelompok orang
yang berkulit hitam mempunyai respon nyeri yang lebih rendah jika dibandingkan
dengan kelompok orang yang berkulit
putih. Zborowski (1969)
melaporkan bahwa ekspresi prilaku nyeri berbeda antara satu kelompok etnik
pasien dengan kelompok lain di satu lingkungan rumah sakit. Perbedaan tersebut
dianggap terjadi akibat sikap dan nilai yang dianut oleh oleh kelompok etnik
tersebut.
Budaya mempengaruhi bagaimana orang belajar untuk
bereaksi terhadap respon nyeri. Orang akan merespon nyeri dengan berbagai cara.
Berbagai penelitian menunjukkan pengaruh terhadap respon nyeri. Miller dan
Shutter (1982) mendapatkan ada perbedaan respon nyeri antara orang Amerika dan
Afrika. Dalam penelitian yang sama didapatkan bahwa pasien usia di ata 40 tahun
memiliki respon yang berbeda dengan usia yang lebih muda. Pasien yang mempunyai
pendidikan yang lebih tinggi akan lebih cepat dalam merespon dan mencari
pertolongan terhadap nyeri yang dialami. Terdapat juga perbedaan prsepsi nyeri
pada anak-anak dengan latar belakang budaya yang berbeda-beda. Anak Eksimo akan
merespon nyeri dengan tertawa, anak-anak Cina akan merespon nyeri sebagai
proses pembedahan, sedangkan anak Amerika akan merespon masuk rumah sakit sebai
suatu trauma (Ross, 1988).
4. Faktor Situasi / lingkungan
Situasi / lingkungan yang
berhubungan dengan nyeri akan mempengaruhi respon pasien terhadap nyeri. Jika
seseorang mengalami nyeri yang hebat tetapi pasien berada dalam situasi formal
atau gaduh, respon orang tersebut mungkin
sangat berbeda bila pasien sendirian atau berada di suatu rumah sakit.
5. Faktor Arti nyeri
Arti nyeri pada seseorang akan
mempengaruhi respon nyerinya. Arti nyeri bagi seseorang berhubungan dengan
penyebeb nyeri yang dialaminya. Seseorang akan memresponkan nyeri yang
berbeda-beda jika dia percaya bahwa nyeri sebagai suatu ancaman, merasa
kehilangan, hukuman, atau kemenangan. Nyeri oleh karena melahirkan akan
diresponkan berbeda dengan nyeri oleh karena suatu pembedahan. Derajat dan
kualitas nyeri yang diresponkan oleh seseorang yang berhubungan dengan arti
dari nyeri itu bagi dirinya. Jika penyebab nyeri diketahui ini akan membantu
pasien untuk mengurangi respon nyerinya jika dibandingkan jika penyebab nyeri
tidak diketahui.
6. Perhatian
Tingkat perhatian seseorang terhadap nyeri akan mempengaruhi respon
nyerinya. Perhatian meningkat akan
meningkatkan respon nyeri, sedangkan distraksi dan relaksasi akan mengurangi
respon nyeri (Gill, 1990). Konsep ini mendasari tindakan perawat dalam
mengatasi nyeri seperti relaksasi, imajinasi terbimbing dan usapan halus atau
pemijatan dengan cara mengalihkan perhatian dan konsentrasi terhadap stimulus
yang lain (Mc Caffery, 1986).
7. Faktor Kecemasan
Hubungan antara kecemasan dan
nyeri merupakan hubungan yang kompleks. Kecemasan seringkali meningkatkanrespon
nyeri , tetapi nyeri dapat juga meningkat menimbulkan kecemasan (Gill, 1990).
Sangat sulit untuk memisahkan dua sensasi tersebut. Kesehatan emosional
seseorang biasanya dapat mentoleransi lebih terhadap nyeri sedang bahkan nyeri
berat dibandingkan dengan seseorang yang emosinya tidak stabil. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa kecemasan dapat memberi pengaruh yang besar
terhadap cara merespon nyeri pada pasien kanker (Bloom et al, 1983).
8. Kelelahan
Kelelahan akan meningkatkan respon nyeri seseorang dan akan mengurangi kemampuan
beradaptasi terhadap nyeri yang dialaminya. Seringkali keluhan nyeri akan
berkurang setelah melakukan istirahat yang cukup dan liburan yang panjang.
9. Pengalaman nyeri sebelumnya
Setiap orang akan belajar dari
pengalaman nyeri masa lalu. Pengalaman nyeri masa lalu tidak akan menjamin
seseorang untuk lebih mudah mengatasi nyeri di masa yang akan datang.
Jika seseorang menderita nyeri
berulang-ulang tanpa ada penurunan rasa nyeri dari sebelumnya atau terserang
nyeri berat, kecemasan bahkan rasa takut akan terjadi. Sebaliknya jika
seseorang mengalami nyeri berulang dengan tipe yang sama tetapi dia berhasil
mengurangi respon yang dialaminya, dia akan menjadi lebih mudah untuk
menginterpretasikan sensasi nyeri dengan cara pasien akan melakukan upaya persiapan
yang lebih baik untuk mengurangi nyeri tersebut. Ketika seseorang mendapat
nyeri untuk pertama kali, dia akan gagal untuk beradaptasi.
10. Coping
Style
Pengalaman nyeri seseorang
bisa tidak berarti. Seringkali pasien merasa kehilangan kontrol dari kemampuan
untuk mengontrol lingkungannya.
Coping style sering akan
mempengaruhi banyaknya nyeri yang diterima. Seseorang yang bersikap introvert dia akan memiliki kontrol diri
yang lebih baik terhadap lingkungannya dibandingkan dengan orang yang memiliki
sikap extrovert terhadap nyeri yang
dirasakan (Scultheis et al, 1987). Pasien yang memiliki ketergantungan minimal
terhadap penggunaan analgetik akan mempunyai kontrol yang lebih baik daripada
pasien dengan ketergantungan tinggi.
Nyeri dapat mengakibatkan
ketidakmampuan partial atau total. Berbagai teknik coping digunakan oleh seseorang dalam mengatasi nyeri yang
disebabkan oleh faktor fisik dan psikologis. Sumber coping bukan hanya sekedar metode atau teknik seseorang dalam
mengatasi nyeri, akan tetapi dorongan emosional dari pasangan hidup, anak dan
anggota keluarga juga termasuk sumber coping. Walau nyeri masih tetap bertahan,
kehadiran orang yang dicintai dapat mengurangi rasa kesepian dan ketakutan.
Kepercayaan seseorang terhadap agamanya juga akan memberikan perasaan tenang.
Membaca kitab suci dan menyebut nama Tuhan akan memberikan kekuatan batin untuk
beradaptasi secara efektif terhadap nyeri yang dialaminya.
11. Dukungan sosial dan keluarga
Faktor lain yang berpengaruh cukup signifikan dalam merespon nyeri adalah
kehadiran dan dorongan dari orang lain. Seseorang dengan kelompok sosial budaya
yang berbeda berharap dapat menyampaikan keluhan nyerinya sesuai dengan
keinginannya (Mc Caffery, 1983). Orang yang mengalami nyeri seringkali memiliki
ketergantungan terhadap anggota keluarganya untuk memberikan dukungan, bantuan
atau pencegahan terhadap nyeri yang dirasakan. Ketidakhadiran keluarga dan
teman dekat seringkali akan membuat nyeri yang dialami semakin meningkat.
2.1.5
Respon Tubuh
Terhadap Nyeri
1)
Respon Simpatis
Respon simpatis sering
dihubungkan dengan nyeri ringan sampai sedang atau nyeri superficial. Gejala
obyektif yang muncul adalah pucat, peningkatan tekanan darah, denyut nadi,
pernafasan, ketegangan otot, dilatasi pupil dan diaphoresis.
2)
Respon Parasimpatis
Respon parasimpatis sering
dihubungkan dengan nyeri berat atau nyeri dalam. Gejala obyektif yang muncul
adalah penurunan tekanan darah, denyut nadi, mual, muntah, frustasi, pucat dan
kemungkinan hilang kesadaran.
3)
Respon Prilaku
Respon prilaku yang
muncul adalah mengatur
posisi tubuh, meringis,
menyeringai, menangis, gelisah, meremas tangan,dan menggosok area yang
sakit.
2.1.6 Upaya Reduksi Dan Modifikasi Nyeri
Ada dua
pendekatan dalam menanggulangi nyeri
yaitu pendekatan
secara
medis dan pendekatan
secara non medis.
Pendekatan medis
ialah pendekatan dengan
menggunakan obat ( analgesia dan
anastesi ). Sedangkan non medis
tidak menggunakan obat, yaitu melalui cara-cara alamiah atau
disebut juga terapi alternatif.
2.1 Konsep Persalinan
2.2.1 Pengertian Persalinan
Persalinan
adalah kejadian yang berakhir dengan pangeluaran bayi yang cukup bulan atau
hampir cukup bulan, disusul dengan pengeluaran placenta dan selaput janin dari
dari tubuh ibu ( Sulaiman, 1983 ).
2.2.2 Tahap-tahap Persalinan
Persalinan
dibagi menjadi 4 kala. Pada kala I serviks membuka sampai terjadi pada
pembukaan 10 cm. Kala I dinamakan pula kala pembukaan.Proses membukanya seviks
sebagai akibat his dibagi dalam 2 fase, yaitu fase laten dan fase aktif. Fase
laten berlangsung selama 8 jam dan terjadi sangat lambat sampai ukuran diameter
3 cm. Fase aktif dibagi menjadi 3 fase lagi yaitu fase akselerasi, yaitu dalm 2
jam pembukaan 3 cm tadi menjadi 4 cm; fase dilatasi maksimal, yaitu dalam 2 jam
pembukaan berlangsung sangat cepat, dari 4 cm menjadi 9 cm; fase deselerasi,
yaitu pembukaan menjadi lambat sekali, dalam 2 jam pembukaan dari 9 cm menjadi
lengkap. Fase-fase tersebut dijumpai pada primigravida. Pada multigravida pun
terjadi demikian, tetapi fase laten, fase aktif, dan fase deselerasi terjadi
lebih pendek.
Kala II disebut pula kala pengeluaran, oleh karena adanya kekuatan his
dan kekuatan mengedan janin didorong keluar sampai lahir. Dalam kala III atau kala uri, plasenta terlepas
dari dinding uterus dan dilahirkan. Kala IV mulai dari lahirnya placenta dan
lamanya 1 jam ( Sarwono P, 1997 ).
2.2.3 Patofisiologis Nyeri Persalinan
Selama
kala I persalinan, nyeri diakibatkan oleh dilatasi serviks dan segmen bawah
uterus, distensi korpus uteri serta adanya tarikan pada ligamen ( Bonica dan
Chadwick, 1989 ). Intensitas nyeri selama kala ini diakibatkan oleh kekuatan
kontraksi dan tekanan yang dibangkitkan. Semakin besar distensi abdomen,
intensitas nyeri menjadi lebih berat. Nyeri ini dialihkan ke dermaton yang
disuplai oleh segmen medulla spinalis. Dermaton adalah daerah tubuh yang
dipersarafi oleh saraf spinalis khusus, seperti dermaton 12 mengacun pada
dermaton thorasikus ke-12 (T12). Nyeri
dirasakan sebagai nyeri tumpul yang lama pada kala I dan terbatas pada dermaton
thorasikus ke-11 (T11) dan ke-12 (T12).
Kemudian pada kala I persalinan, nyeri pada dermaton T11 dan T12 menjadi lebih
berat, tajam dan kram, serta menyebar ke dermaton T10 dan L1 (Rosemary, 2003).
Pada
kala I persalinan, nyeri yang ditimbulkan bersifat “ visceral pain “, dimana
nyeri terjadi pada bagian permukaan perut sebelah bawah yang beradiasi ke area
lumbal dan panggul bawah. Rangsangan nyeri tersebut disalurkan melalui saraf
spinal thorakal 11 dan 12 ke spinothalamikus anterolateralis menuju pusat nyeri
di otak untuk diresponkan sebagai nyeri (Fordham dan Dunn, 1994).
2.2.4 Faktor-faktor Yang
Memperparah Nyeri Persalinan
Selain
akibat kontraksi uterus, berbagai hambatan fisik dan psikologis pada ibu saat persalinan
dapat menambah rasa nyeri.
1. Faktor Fisik
1) Tindakan
dokter untuk melancarkan persalinan, antara
lain episiotomi penggunaan
cunam, vacum, dan obat.
2)
Persalinan berlangsung sangat lama.
3) Ibu mempunyai penyakit yang muncul saat
bersalin, seperti asma, jantung, atau
darah tinggi.
4)
Pemeriksaan jalan lahir yang berulang-ulang oleh beberapa tenaga medis.
2. Faktor Psikologis
1) Ibu
melahirkan sendiri tanpa pendamping (suami/keluarga).
2)
Kelelahan.
3) Haus
dan lapar.
4)
Berpikir tentang sakit.
5) Stres,
cemas, takut dan tegang selama kontraksi.
6) Tidak
siap untuk melahirkan atau
persalinan yang tidak sesuai dengan jadwal
(mendadak).
7) Kehamilan yang tidak diinginkan.
8) Pengalaman.
9)
Kehamilan beresiko.
10) Lingkungan (Danuatmaja &
Meiliasari, 2004).
2.2 Teknik Effleurage
Salah satu upaya alternatif dalam penanggulangan nyeri persalinan adalah
dengan menggunakan teknik effleurage.
2.3.1
Pengertian
Teknik Effleurage
Effleurage berasal dari bahasa
Prancis yang berarti “Skimming the
Surface“. Makna menurut bahasa Indonesia adalah “Mengambil buih di
permukaan“ (
Kennet, 1994 ). Teknik Effleurage oleh
petugas kesehatan merupakan teknik
pijatan dengan menggunakan telapak jari tangan dengan pola gerakan melingkar di
beberapa bagian tubuh atau usapan sepanjang abdomen, punggung dan ekstremitas
yang dilakukan oleh petugas kesehatan menjelang persalinan (Danuatmaja, 2004)
2.3.2
Manfaat Teknik
effleurage
Teknik Effleurage oleh petugas
kesehatan dapat memberikan efek relaksasi yaitu membantu ibu inpartu menjadi
lebih rileks sehingga akan mengurangi perasaan cemas, takut dan tegang yang
pada akhirnya dapat mengakibatkan nyeri berkurang, proses pembukaan menjadi
lancar dan potensi otot-otot rahim untuk
menghasilkan tenaga yang mendorong janin menuju jalan lahir meningkat (Danuatmaja, 2004).
Teknik Effleurage pada abdomen
biasanya digunakan dalam metode Lamaze untuk mengurangi nyeri pada persalinan
normal (Kennet, 1994).
2.3.3
Mekanisme Kerja Dalam Menurunkan Nyeri
Persalinan.
Teknik effleurage oleh petugas kesehatan merupakan teknik pijatan dengan
menggunakan jari-jari telapak tangan dengan pola gerakan melingkar di beberapa
bagian tubuh atau usapan sepanjang punggung dan ekstremitas yang dilakukan
menjelang persalinan (Danuatmaja, 2004). Teknik effleurage dapat mempengaruhi hipotalamus dan pintu gerbang nyeri.
Hipotalamus merangsang hipofise anterior untuk menghasilkan endorphin yang
dapat menimbulkan perasaan nyaman dan enak (Danuatmaja, 2004). Usapan lembut
pada abdomen mengakibatkan nyeri yang
ditransmisikan akan dihambat dengan cara menutup gerbang nyeri di sel
substansia gelatinosa sehingga mengakibatkan rangsangan pada sel T menjadi
lemah, korteks serebri tidak menerima pesan nyeri sehingga respon nyeri menurun
(Rosemary, 2003).
2.3.4 Pola Teknik Effleurage
1. Menggunakan dua tangan
Teknik
ini dilakukan oleh ibu inpartu sendiri. Dengan kedua telapak jari-jari tangan
lakukan usapan ringan, tegas dan konstan dengan pola gerakan melingkari
abdomen, dimulai dari abdomen bagian bawah di atas simpisis pubis, arahkan ke
samping perut, terus ke fundus uteri kemudian turun ke umbilikus dan kembali ke
perut bagian bawah di atas simpisis pubis. Bentuk pola gerakannnya seperti
kupu-kupu (Bobak et al, 1993).
Gambar
2.1 Teknik effleurage dengan dua
tangan oleh ibu inpartu (Bobak et al, 1993)
2. Menggunakan
satu tangan
Teknik ini bisa dilakukan oleh orang
lain (suami, keluarga atau petugas kesehatan). Dengan menggunakan ujung-ujung
jari tangan lakukan usapan ringan, tegas, konstan dan lambat dengan membentuk
pola gerakan seperti angka “8” di atas
abdomen (Bobak et al, 1993).
Gambar 2.2 Teknik
effleurage dengan
satu tangan, pola
gerakan seperti angka
“8”
(Bobak et
al, 1993).
4. Teknik Effleurage lainnya yang bisa dilakukan :
1) Melakukan usapan dengan
menggunakan seluruh telapak tangan pada lengan atau kaki dengan lembut.
2)
Melakukan massage pada wajah dan
dagu dengan lembut.
3) Selama kontraksi berlangsung,
lakukan usapan ringan pada bahu dan punggung.
4)
Melakukan gerakan membentuk pola dua lingkaran di paha ibu, bila tidak
dapat dilakukan di abdomen.
DAFTAR
PUSTAKA
Anderson.
N. Kennet ( 1994 ). Mosby’s Dictionary ;
Medical Nursing and Allied Health.
Fourth Edition. ST Louise USA.
Mosby’s Year Bookship.
Antony
Atmojo ( 2004 ). Kehamilan dan
Persalinan. Penerbit 3 G Publisher. Jakarta.
Arif Mansjoer, dkk ( 2001 ). Kapita
Selekta Kedokteran. Edisi Ketiga. Penerbit Medi Aesculapius. Jakarta.
Arikunto S ( 1998 ). Prosedur
Penelitian : Suatu Pendekatan Praktek. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
Barbara Acello ( 2002 ). Pain Relief. Journal Of Clinical Exellence : 3 ( 4 : 23-28 ).
Cohen.M, et al ( 1991 ). Maternal,
Neonatal And Women’s Health Nursing. Pensylvania. Sringhause Company.
Danuatmaja & Mila Meiliasari ( 2004 ). Persalinan Normal Tanpa Rasa Sakit. Penerbit
Puspa Swara. Jakarta.
Farrer H ( 2001 ). Perawatan
Maternitas. Edisi 2.Penerbit Buku Kedokteran EGC .Jakarta.
Gant. PM ( 1995 ). ( Alih Bahasa Hariadi ). Obstetri Williams. Airlangga
University Press.
Hamilton.
PM ( 1995 ). ( Ni luh Gede Yasmin Asih ). Dasar-Dasar
Keperawatan Maternitas. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Hermayanti ( 2002 ). Apa Yang Perlu Perawat Pahami Dalam Mengurangi
Nyeri Pada Ibu Saat Bersalin Dan Melahirkan. Nursing Jornal Of Padjajaran Universirty : 3 ( 6 : 52-60 )
Idayanti A. ( 1995 ). Nyeri Sendi. Indonesian
Jornal Of Acupuncture : 2 ( 2 : 99-107 ).
Margo Mc Caferry ( 1999 ). Opioid And Pain Management. Jornal Of Nursing ( 48-52 ).
Marry Nolan ( 2004 ). Kehamilan
Dan Melahirkan. Penerbit Buku Arcan. Jakarta.
Neil Niven ( 2002 ). Psikologi
Kesehatan. Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Nursalam ( 2003 ). Konsep Dan
Penerapan Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan. Penerbt Salemba Medika. Jakarta.
Nursalam & Siti Pariani
( 2001 ). Pendekatan Praktis Metologi
Riset Keperawatan. Penerbit Sagung Seto. Jakarta.
Pilliterri ( 1999 ). Maternal
And Child Health Nursing. Third Edition. Lippincott. USA.
Patricia ( 2002 ). Riset Keperawatan. Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta.
Prawirohardjo S ( 1997 ). Ilmu Kebidanan. Penerbit Yayasan Bina
Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Priharjo R ( 1993 ). Perawatan Nyeri : Pemenuhan Aktivitas
Istirahat Pasien. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Program Study Ilmu
Keperawatan FK Unair ( 2004 ). Buku
Panduan Penyusunan Proposal Dan Skripsi. Penerbit Team PSIK Unair.
Surabaya.
Rosemary
M ( 2003 ). ( Alih Bahasa Bertha Sugiarto ). Nyeri Persalinan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Solomon,et al ( 1990 ).Human Anatomy & Physiology. Second Edition. Saunders College
Publishing. Florida.
Sulaiman S ( 1983 ). Obstetri Fisiologi. Penerbit Eleman. Bandung.
Sylvia Anderson And Lorraine ( 1995 ). ( Alih Bahasa Peter
Anugrah ). Patofisiologi Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
Langganan:
Postingan (Atom)